Bagi masyarakat Jawa khususnya, gamelan bukanlah sesuatu yang asing
dalam kehidupan kesehariannya. Dengan kata lain, masyarakat tahu benar
mana yang disebut gamelan atau seperangkat gamelan. Mereka telah
mengenal istilah 'gamelan', 'karawitan', atau 'gangsa'. Namun barangkali
rnasih banyak yang belum mengetahui bagaimana sejarah perkembangan
gamelan itu sendiri, sejak kapan gamelan mulai ada di Jawa?.
Seorang sarjana berkebangsaan Belanda bernama Dr. J.L.A. Brandes secara
teoritis mengatakan bahwa jauh sebelum datangnya pengaruh budaya India,
bangsa Jawa telah rnemiliki ketrampilan budaya atau pengetahuan yang
mencakup 10 butir (Brandes, 1889):
(1) wayang,
(2) gamelan,
(3)ilmu irama sanjak,
(4) batik,
(5) pengerjaan logam,
(6) sistem mata uang sendiri,
(7) ilmu teknologi pelayaran,
(8) astronomi,
(9) pertanian sawah,
(10) birokrasi pemerintahan yang teratur
Sepuluh butir ketrampilan budaya tersebut bukan dari pemberian bangsa
Hindu dari India. Kalau teori itu benar berarti keberadaan gamelan dan
wayang sudah ada sejak jaman prasejarah. Namun tahun yang tepat sulit diketahui
karena pada masa prasejarah masyarakat belum mengenal sistem tulisan.
Tidak ada bukti-bukti tertulis yang dapat dipakai untuk melacak dan
merunut gamelan pada masa prasejarah.
Gamelan adalah produk budaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsur budaya yang bersifat
universal. Ini berarti bahwa setiap bangsa dipastikan memiliki kesenian,
namun wujudnya berbeda antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain.
Apabila antar bangsa terjadi kontak budaya maka keseniannya pun juga
ikut berkontak sehingga dapat terjadi satu bangsa akan menyerap atau
mengarn bila unsur seni dari bangsa lain disesuaikan dengan kondisi
seternpat. Oleh karena itu sejak keberadaan gamelan sampai sekarang
telah terjadi perubahan dan perkembangan, khususnya dalam kelengkapan
ansambelnya.
Istilah “karawitan” yang digunakan untuk merujuk pada kesenian gamelan
banyak dipakai oleh kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami
perkembangan penggunaan maupun pemaknaannya. Banyak orang memaknai
"karawitan" berangkat dari kata dasar “rawit” yang berarti kecil, halus
atau rumit. Konon, di lingkungan kraton Surakarta, istilah karawitan
pernah juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian
seperti: tatah sungging, ukir, tari, hingga pedhalangan (Supanggah,
2002:5¬6).
Dalarn pengertian yang sempit istilah karawitan dipakai untuk menyebut
suatu jenis seni suara atau musik yang mengandung salah satu atau kedua
unsur berikut (Supanggah, 2002:12):
(1) menggunakan alat musik gamelan - sebagian atau seluruhnya baik berlaras slendro atau pelog - sebagian atau semuanya.
(2) menggunakan laras (tangga nada slendro) dan / atau pelog baik
instrumental gamelan atau non-gamelan maupun vocal atau carnpuran dari
keduanya.
Gamelan Jawa sekarang ini bukan hanya dikenal di Indonesia saja, bahkan
telah berkembang di luar negeri seperti di Amerika Serikat, Inggris,
Jepang, Canada. Karawitan telah 'mendunia'. Oleh karna itu cukup ironis
apabila bangsa Jawa sebagai pewaris langsung malahan tidak mau peduli
terhadap seni gamelan atau seni karawitan pada khususnya atau kebudayaan
Jawa pada umumnya. Bangsa lain begitu tekunnya mempelajari gamelan
Jawa, bahkan di beberapa negara memiliki seperangkat gamelan Jawa. Sudah
selayaknya masyarakat Jawa menghargai karya agung nenek moyang sendiri.
Sumber data tentang gamelan
Kebudayaan Jawa setelah masa prasejarah memasuki era baru yaitu suatu
masa ketika kebudayaan dari luar -dalam hal ini kebudayaan India- mulai
berpengaruh. Kebudayaan Jawa mulai memasuki jaman sejarah yang ditandai
dengan adanya sistem tulisan dalam kehidupan masyarakat. Dilihat dari
perspektif historis selama kurun waktu antara abad VIll sampai abad XV
Masehi kebudayaan Jawa, mendapat pengayaan unsur-unsur kebudayaan India.
Tampaknya unsur-unsur budaya India juga dapat dilihat pada kesenian
seperti gamelan dan seni tari. Transformasi budaya musik ke Jawa melalui
jalur agama Hindu-Budha.
gamelan_band2Data-data tentang keberadaan gamelan ditemukan di dalam
sumber verbal yakni sumber - sumber tertulis yang berupa prasasti dan
kitab-kitab kesusastraan yang berasal dari masa Hindu-Budha dan sumber
piktorial berupa relief yang dipahatkan pada bangunan candi baik pada candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah (abad ke-7 sampai
abad ke-10) dan candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Timur
yang lebih muda (abad ke-11 sampai abad ke¬15) (Haryono, 1985). Dalam
sumber-sumber tertulis masa Jawa Timur kelompok ansambel gamelan
dikatakan sebagai “tabeh - tabehan” (bahasa Jawa baru 'tabuh-tabuhan'
atau 'tetabuhan' yang berarti segala sesuatu yang ditabuh atau
dibunyikan dengan dipukul). Zoetmulder menjelaskan kata “gamèl” dengan
alat musik perkusi yakni alat musik yang dipukul (1982). Dalam bahasa
Jawa ada kata “gèmbèl” yang berarti 'alat pemukul'. Dalam bahasa Bali
ada istilah 'gambèlan' yang kemudian mungkin menjadi istilah 'gamelan'.
Istilah 'gamelan' telah disebut dalam kaitannya dengan musik. Namur
dalam masa Kadiri (sekitar abad ke¬13 Masehi), seorang ahli musik Judith
Becker malahan mengatakan bahwa kata 'gamelan' berasal dari nama
seorang pendeta Burma dan seorang ahli besi bernama Gumlao. Kalau
pendapat Becker ini benar adanya, tentunya istilah 'gamelan' dijumpai
juga di Burma atau di beberapa daerah di Asia Tenggara daratan, namun
ternyata tidak.
Gambaran instrument gamelan pada relief candi
Pada beberapa bagian dinding candi Borobudur dapat 17 dilihat
jenis-jenis instrumen gamelan yaitu: kendang bertali yang dikalungkan di
leher, kendang berbentuk seperti periuk, siter dan kecapi, simbal,
suling, saron, gambang. Pada candi Lara Jonggrang (Prambanan) dapat
dilihat gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk
periuk, simbal (kècèr), dan suling.
Gambar relief instrumen gamelan di candi-candi masa Jawa Timur dapat
dijumpai pada candi Jago (abad ke -13 M) berupa alat musik petik: kecapi
berleher panjang dan celempung. Sedangkan pada candi Ngrimbi (abad ke -
13 M) ada relief reyong (dua buah bonang pencon). Sementara itu relief
gong besar dijumpai di candi Kedaton (abad ke-14 M), dan kendang
silindris di candi Tegawangi (abad ke-14 M). Pada candi induk Panataran (abad ke-14 M) ada relief gong, bendhe,
kemanak, kendang sejenis tambur; dan di pandapa teras relief gambang,
reyong, serta simbal. Relief bendhe dan terompet ada pada candi Sukuh
(abad ke-15 M).
Berdasarkan data-data pada relief dan kitab-kitab kesusastraan diperoleh
petunjuk bahwa paling tidak ada pengaruh India terhadap keberadaan
beberapa jenis gamelan Jawa. Keberadaan musik di India sangat erat
dengan aktivitas keagamaan. Musik merupakan salah satu unsur penting
dalam upacara keagamaan (Koentjaraningrat, 1985:42-45). Di dalam
beberapa kitab-kitab kesastraan India seperti kitab Natya Sastra seni
musik dan seni tari berfungsi untuk aktivitas upacara. keagamaan
(Vatsyayan, 1968). Secara keseluruhan kelompok musik di India disebut
'vaditra' yang dikelompokkan menjadi 5 kelas, yakni: tata (instrumen
musik gesek), begat (instrumen musik petik), sushira (instrumen musik
tiup), dhola (kendang), ghana (instrumen musik pukul). Pengelompokan
yang lain adalah:
(1) Avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit karena dipukul.
(2) Ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran alat musik itu sendiri.
(3) Sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup.
(4) Tata vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau digesek.
Klasifikasi tersebut dapat disamakan dengan membranofon (Avanaddha
vadya), ideofon (Ghana vadya), aerofon (sushira vadya), kordofon (tata
vadya). Irama musik di India disebut “laya” dibakukan dengan menggunakan
pola 'tala' yang dilakukan dengan kendang. Irama tersebut dikelompokkan
menjadi: druta (cepat), madhya (sedang), dan vilambita (lamban).
Gamelan Jawa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment