Sejarah Kesultanan Pajang

     Kesultanan Pajang, adalah kerajaan suksesor Kesultanan Demak yang didirikan oleh Joko Tingkir. Pajang sebelumnya merupakan daerah kadipaten di bawah Kesultanan Demak. Situs keraton Pajang, diperkirakan berada di Kelurahan Pajang, Kota Surakarta.

     Joko Tingkir adalah anak Ki Ageng Pengging, yang menurut dihukum mati oleh Sunan Kudus karena mengikuti ajaran Syekh Siti Jenar. Setelah ayahnya mangkat, Joko Tingkir kemudian dibesarkan oleh pamannya, Ki Ageng Tingkir. Setelah dewasa, ia diperintahkan pamannya untuk pergi ke Kutaraja Demak dan mengabdi ke Sultan yang berkuasa, yaitu Sultan Trenggono.

     Dikisahkan bahwa pada saat ia datang ke kutaraja, sedang diadakan sayembara melawan banteng ketaton (banteng mengamuk). Joko Tingkir yang mengikuti sayembara tersebut dapat melumpuhkan banteng tersebut dengan satu kali pukulan saja. Karena kesaktiannya, Joko Tingkir diterima mengabdi dan akhirnya bahkan menjadi menantu Sultan Trenggono.



     Setelah Sultan Trenggono wafat, anaknya Sunan Prawoto diangkat menjadi penggantinya. Akan tetapi ia kemudian meninggal terbunuh dalam intrik perebutan kekuasaan dengan keponakannya sendiri yaitu Arya Penangsang, adipati Jipang yang juga adalah murid Sunan Kudus. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa Demak, dan selanjutnya terjadilah perlawanan terhadap Arya Penangsang yang dipimpin oleh kadipaten Pajang. Waktu itu, Joko Tingkir telah menjadi adipati Pajang.

     Dengan bantuan dari kadipaten-kadipaten lainnya yang juga tidak menyukai Arya Penangsang, Joko Tinggkir akhirnya berhasil membinasakan Arya Penangsang. Joko Tingkir kemudian memindahkan istana Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang. Joko Tingkir sebagai raja bergelar Sultan Hadiwijaya (1568-1582), kedudukannya disahkan oleh Sunan Giri, segera mendapat pengakuan dari adipati-adipati di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur.
     Salah seorang anak Sunan Prawoto yaitu Arya Pangiri, diangkatnya menjadi adipati Demak. Sedangkan seseorang yang paling berjasa membantunya yaitu Ki Ageng Pemanahan (putra dari Ki Ageng Ngenis, dan cucu Ki Ageng Selo), diberinya imbalan daerah Mataram (sekitar Kota Gede, Yogyakarta) pada tahun 1558 untuk ditinggali.
     Pemberian tanah di daerah Mataram oleh Joko Tingkir kepada Ki Ageng Pemanahan, seakan menjadi bumerang karena Mataram akan menghabisi kekuatan Pajang. Ki Ageng Pemanahan, yang kemudian juga dikenal dengan panggilan Ki Gede Mataram, dalam waktu singkat mampu membuat Mataram beserta rakyatnya maju. Namun,  sebelum dapat ikut menikmati hasil, di tahun 1575 Ki Ageng Pemanahan meninggal dunia.
    Usahanya kemudian dilanjutkan oleh anaknya yaitu Sutawijaya, yang merupakan ahli peperangan dan nantinya lebih dikenal dengan nama Senapati ing Alaga (panglima perang) atau Panembahan Senopati.
    Tujuh tahun kemudian (1582) Joko Tingkir meninggal, dan Pangeran Benowo anak laki-laki tertuanya yang seharusnya menggantikannya, ternyata disingkirkan Arya Pangiri dan akhirnya hanya dijadikan adipati di Jipang. Pada tahun 1587, Sutawijaya (putra Ki Ageng Pemanahan), penguasa Mataram, menyatakan tidak loyal lagi pada Pajang.
     Arya Pangiri diserang oleh Sutawijaya yang dibantu Pangeran Benowo. Ia merebut Pajang dan Arya Pangiri berhasil dikalahkan. Sutawijaya lalu memindahkan Karaton Pajang ke Mataram dan ia menjadi raja bergelar Panembahan Senopati (1575-1601). Pajang kemudian menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Sutawijaya.

0 comments:

Post a Comment

linkwithin_text='Artikel Menarik Lainnya:' Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...